Senin, 09 Maret 2015

Dharmapala, Mengumpulkan Potongan Sejarah

Kamis, 26 Februari 2015, selepas isya.

Ini tulisan masih tentang dharmapala (dpl). Semalam aku berkunjung ke rumah (baca:basecamp) kami di bagian samping komplek kampus pusat uty, dari sini aku mendapatkan bahan tulisan.


Laporan Pertanggungjawaban Pengurus dalam Musyawarah Besar
Beberapa saat sampai di basecamp, kasbi mengajakku masuk ke ruang rapat. Dia mengajakku untuk sekedar ngobrol bareng angkatan XIV, yang baru saja menyelesaikan pendidikan dasar awal bulan februari kemarin. Mereka (angkatan XIV) ingin tahu lebih dalam tentang perkembangan organisasi melalui orang-orang yang pernah menjabat sebagai keuta umum. Kebetulan saat itu hadir empat orang mantan ketua umum. Sedang saya menjadi mantan ketua yang ter-tua sekaligus angkatan paling tua malam ini. 2005 dan kini 2015, ternyata sudah hampir sepuluh tahun berlalu sejak pertama aku bergabung. Kini telah banyak perubahan yang terjadi di dharmapala dan di luarnya.
Pertemuan malam ini di koordinatori kasbi atas inisiatif anggota baru yang kami sebut anggota muda. Awalnya pertemuan ini membahas tentang AD/ART organisasi Dharmapala yang digunakan saat ini. Di dalamanya terdapat sepotong sejarah secara garis besar. Kita ketahui bersama, tentunya setiap organisasi memiliki landasan dalam menjalankan kegiatan. Nah AD/ART inilah yang menjadi acuan kami dalam menjalankan dan berusaha mengembangkan dharmapala.

Malam ini aku kembali bicara dalam sebuah forum kekeluargaan, hal yang sudah lama aku rindu. SEJARAH adalah sebuah cerita masa lalu. Setahuku, setiap momen pertemuan anggota yang telah lama meninggalkan organisasi dengan anggota aktif yang ada tak pernah lepas dari sejarah (cerita masa lalu). Menurutku sejarah ada di karenakan eksistensi masa/waktu dan perubahan yang mengikutinya. Dan setiap mahluk atau sekelompok mahluk adalah bagian didalamnya. Satu detik yang baru saja kita lewati dan perubahan yang mengikuti adalah sejarah. Dharmapala, tentu juga memiliki sejarah sejak sebelum berdiri tegak sebagai sebuah organisasi dan kini telah berusia 15 tahun. Tentu didalamnya telah banyak sejarah, entah tercatat dalam sebuah catatan fisik atau tidak.
Bicara sejarah maka kita akan banyak menyinggung tentang fakta dan sudut pandang para pelaku. Gambarannya begini, bisa saja sebuah peristiwa (sejarah) memiliki dua versi atau lebih. Karena dalam peristiwa itu ada beberapa pelaku/saksi. Mereka masing-masing menggunakan sudut pandang berbeda.
Saat ini kami tidak mencoba untuk menyamakan, tapi kami berusaha mengumpulkan. mengumpulkan potongan-potongan yang kini mulai hilang. Memang 1999 hingga 2015 bukan waktu yang singkat. Berbagai perubahan dari dalam tubuh organisasi sendiri, dari lembaga yang menaungi maupun lingkungan luar sudah sangat jauh. Tapi sejarah selalu dibutuhkan untuk menatap masa depan. Sejarah sangat berkaitan dengan cita-cita dan tujuan dharmapala.
Yang menjadi pertanyaan besarku adalah, sebenarnya apa yang mendasari mereka mendirikan dharmapala?
Pada tahun 2010, kami sempat mendapatkan momen untuk mengumpulkan puing itu. Tapi pada akhirnya aku harus berurusan dengan kondisiku. Ketika itu aku dan yang lainya (anggota aktif) sempat dekat dengan beberapa sumber sejarah berdirinya dharmapala. Kami mulai mengorek beberapa hal berkaitan sejarah, dan kami juga mendapati beberapa versi. Kami juga mempertanyakan dokumen-dokumen penting diawal berdirinya organisasi.
Yang menjadi sumber utama saat itu dan syukurnya sampai saat ini kami tetap menjaga komunikasi adalah Mbak Mini dan Bang Wedhus. Dan hubungan dengan mereka semakin erat. Hal ini memunculkan asa untuk kami terus menggali bagian-bagian sejarah yang terkubur waktu. Namun, selalu banyak alasan yang membuat kami terutama aku sampai saat ini belum menyelesaikan tujuan. Aku berharap bahwa suatu saat nanti, semoga secepatnya dihasilkan sebuah exemplar buku tentang dharmapala.
Nantinya dari buku itulah setiap calon anggota bisa berkomunikasi dengan masa lalu dharmapala. Dari sana juga diharapkan dharmapala mampu berkembang seiring perkembangan lingkungan. Buku inilah yang nantinya menjadi simbol eksistensi dharmapala, sebagai organisasi, aktivitas kepecinta alaman. Syukur-syukur dapat memberikan manfaat bagi orang banyak, bukan hanya untuk intern dharmapala. Dan sampai saat ini keinginan itu belum memiliki konsep, kerangka maupun arah.
Tapi malam ini, dari keresahan anggota, terutama anggota yang baru bergabung mampu memercikkan semangatku lagi. Dan tulisan-tulisan inilah yang akan menjadi awalnya. Aku berharap dari tulisan-tulisan ini nantinya akan memberi semangat kepada anggota lainya juga terutama para perintis untuk berkontribusi.
Untuk Dharmapala yang tetap jaya...
Dharmapala yang hidup dengan segala keterbatasannya..

Jadi, saudara-saudaraku mari kita eratkan kekeluargaan kita, dimanapun kita berada.
Salam Rimba...



Kamis, 05 Maret 2015

Generasi V "Telor Besi" Dharmapala Lahir Bag.I

Selalu kueja maha dahsyat rahasia dari perut bumi sampai puncak angkasa raya.

Kulihat puncak merapi samar-samar diujung bukit yang kami jelajahi. Sekali waktu kabut berarak menutupinya dari pandangan kami. Tas carier 80 liter penuh terisi menggantung dipundakku. Benjolan seperti kerikil pada lengan tas menambah beban sakit dipundak kiriku.
Break,!” terdengar dari orang terdepan. Sontak aku merobohkan badanku sekenanya. Melepas carier dari pundakku.  Diatas tanah lembab tertutupi dedaunan aku duduk, air terasa segar melewati tenggorokanku ditambah hembusan angin sore itu. Kulihat teman-teman seperjuangan merawat diri mereka sendiri. Mencari posisi senyaman mungkin untuk mengumpulkan energi. Sudah seharian kami berjalan dengan beban yang berat. Sebab tidak akan lebih dari lima menit bisa kami nikmati waktu senyaman ini.
Oke, kita jalan” perintah dari pendamping lapangan yang baru muncul setelah menghilang entah kemana selama 4 menit tadi.
Bentar lagi bang, kakiku masih sakit. Tadi kram.” Protes remaja tinggi kurus asal ambon itu. Dia kami panggil Ferhan, tingginya sekitar 175 cm, sedikit lebih tinggi dariku. Raut wajahnya keras ditambah keringat yang mengaliri.
Oke satu menit lagi.” Semua kembali bergerak mengangkat carier masing-masing, cek semua barang. Kami tidak boleh meninggalkan sedikitpun sampah di sepanjang perjalanan. Matahari tepat diatas kepala, keringat bercucuran mengaliri wajah, membasahi baju seragam. Tenggorokanku tercekat, kering meski berkali-kali kubasahi. Seberapa jauh lagi kami harus berjalan? Ini hari pertama, masih ada 6 hari kedepan hingga rangkaian kegiatan ini selesai. Sementara setengah hari ini sudah menguras hampir seluruh tenaga. Terus berjalan ditengah rimbun semak dan pepohonan, semakin tinggi dan tak bertemu lagi dengan rumah penduduk. Intensitas cahaya matahari semakin sedikit yang mampu menembus rimbun yang tak ku kenal ini.
Pundak yang pegal, kepala semakin berat, paha dan betis nyeri, nafas tersengal, perut terasa kaku tak beda antara lapar dan kekenyangan. Rasa kesal memenuhi pikiran, menular keseluruh organ baik fisik maupun non fisik yang menopang kemanusiaanku. Hampir saja lidahku menggeliat membawa bibir berkecap menumpahkan segala kekesalan. Namun coba kutahan dengan segenap kekuatan dan berhasil berhenti ditenggorokan. Sayang tak seharusnya itu berhenti disana, aku semakin tercekat , leherku terasa tercekik dan hanya air mata yang keluar menetes serupa keringat.
Taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
Berbakti kepada alam raya
Selalu mengembangkan kemampuan pribadi dan bersikap ksatria
Menjaga persaudaraan antar sesama
Teriak kami lantang dan kompak, menggelegar di kesunyian hutan. Burung pun tak berani berkicau, suara kami yang parau menyembulkan otot-otot dileher kami. Semakin tersiksa rasa ditubuhku. Semakin petang kami terus berjalan menanjak dipunggung bukit.
            DPLLllllllllll………! Dplll…………! Teriakan terdengar samar-samar dibalik bukit di sebelah kanan kami. Diikuti lambaian kain warna oranye dari semak bukit itu. Break…semua istirahat dulu sebentar disini, perintah leader kami yang terus berbicara lewat Handy Talkie sembari menjauhi kami.
            Ini adalah awal cerita aku masuk kedalam sebuah keluarga. Keluarga yang penuh warna, perbedaanlah yang mendasari terbentuknya keluarga itu, setidaknya menurutku. Selanjutnya, barulah dari perbedaan itu menumbuhkan keinginan untuk sebuah persamaan tujuan. Memang bukan tujuan seutuhnya dari masing-masing pribadi. Melainkan sebuah tujuan tentang kesadaran hati untuk berbagi dan menikmati. Walau kata berbagi dan nikmat itu begitu luas pengertianya. Justru disanalah letak dari pengertian yang sesungguhnya, disaat kami tetap bisa bersama ditengah perbedaan. Perbedaan prinsip jelas pada masing-masing pribadi.  Tapi kami tetap berjalan pada titik-titik konflik dan kebahagian yang mewarnai silih berganti.
            Kuhempaskan tas yang semakin berat ketanah berumput hijau. Yang kini mulai menghitanm seiring matahari yang lengser keprabon. Kutarik nafas dalam-dalam. Ku telan teguk demi teguk air mineral yang dingin tanpa kulkas. Kupandang satu persatu rekan senasib yang berjumlah sembilan orang dengan hanya seorang perempuan. Semua terlihat lelah, jelas. Hari ini semenjak pagi, dengan beban berat dipundak, kami berjalan dan terus berjalan di tanah tak bertuan. Bentakan, teriakan, push up adalah makanan pokok. Belajar hidup di alam, kata mereka. 
Tersesat, penutup pelajaran pertama kami di hari pertama. Masih panjang hari yang harus kami lalui, masih banyak waktu dan kesempatan untuk tersesat. 

Salam,